Header image

Sunday, April 8, 2007

Kota Merbau di Daratan China

Kayu Merbau asal Indonesia ikut menyubang bagi pesatnya industri perkayuan di China. Malangnya, sebagian besar kayu bulat Merbau tersebut berasal dari hutan papua yang didatangkan secara illegal.


Zhangjiagang hanya pelabuan kecil. Terletak di dekat muara Sungai Yangtze. Lima tahun lalu daerah ini hanya tempat yang sepi. Bandingkan dengan terminal container di dekat Shanghai, belum ada apa-apanya. Tapi tengoklah sekarang, tempat ini berubah menjadi pusat perdagangan kayu tropis terbesar di dunia. Kapal-kapal kargo raksasa bermuatan kayu dari Amerika bagian tengah dan selatan, Afrika Barat dan Asia Tenggara antri menunggu kesempatan membongkar muatannya, siang dan malam.




Di pelabuhan ini, tumpukan kayu bulat tropis berbaris sepanjang pantai sejauh beberapa mil. Hotel di dekatnya berubah menjadi pasar kaget yang mengiklankan kayu bulat bergambar dan nomor ponsel pedagang kayu yang dapat dihubungi. Merbau merupakan jenis kayu yang paling banyak diiklankan.

Tengok pula kota Nanxun, beberapa jam perjalanan ke arah selatan Zhangjiagang. Dalam waktu lima tahun Nanxun berkembang menjadi pusat pembuatan flooring (lantai kayu) dunia. Nanxun bahkan disebut sebagai “kota merbau”. Sekitar 70 % dari kayu merbau yang diimpor ke China diolah di tempat ini menjadi lantai kayu. Setiap tahun kota ini menghasilkan sedikitnya 2,5 juta meter persegi flooring berwarna gelap atau setara dengan lebih dari $ 200 juta bila dihitung dengan harga eceran di Barat.

Lebih dari 500 pabrik lantai kayu telah berdiri di Nanxun. Lengkap dengan mesin-mesin modern, gudang-gudang besar, perkantoran dan ruang mewah. Fang Yuan Wood Co Ltd adalah salah satu pabrik terbesar yang mampu memproduksi 2 juta meter persegi lantai kayu setiap tahunnya. EIA/Telapak pernah menghitung sawmill-sawmill dan pabrik di Nanxun paling tidak memproses satu pohon merbau setiap menit dalam setiap hari kerjanya.

Dari mana China mendapatkan merbau? EIA/Telapak melaporkan sebagian besar kayu bulat Merbau tersebut berasal dari hutan papua yang didatangkan secara illegal. Merbau merupakan jenis kayu bulat tropis nomor dua yang paling banyak diimpor China, dan jumlahnya terus membumbung tinggi. Lebih dari 280.000 meter kubik kayu bulat merbau diimpor ke China selama 4 bulan pertama tahun 2004.

Data statistik impor China menunjukkan antara tahun 1997 – 2001, terjadi kenaikan fantastis volume kayu bulat Indonesia yang masuk ke negara tersebut. Di tahun 1997, volume kayu yang diimpor dari Indonesia baru mencapai 31.000 meter kubik, namun memasuki tahun 2001 jumlah tersebut meningkat menjadi 1,14 juta meter kubik sementara statistik ekspor Indonesia untuk periode yang sama nyaris tidak mengalami perubahan. Sebagian besar dari kayu bulat liar ini adalah kayu merbau dari hutan alam Papua.

Di tahun 1998, volume ekspor kayu merbau asal Papua masih 50.000 meter kubik, angka ini meningkat menjadi 660.000 meter kubik di tahun 2001 atau meningkat menjadi sepuluh kali lipat dalam kurun waktu cuma empat tahun. Sejak pemerintah Indonesia mengeluarkan larangan ekspor kayu bulat pada tahun 2001, eskpor kayu bulat merbau telah menurun, namun penyelundupan yang marak dan masih terus berlangsung telah meningkatkan eksploitasi komersial merbau dalam jumlah besar dimana kini mencapai 300.000 meter kubik per bulan. EIA/Telapak menduga penurunan kayu itu dikarenakan kayu-kayu asal indonesia di palsukan sebagai kayu Malaysia.

Dipicu oleh pertumbuhan ekonomi China yang dimulai tahun 1970-an, China berubah menjadi raksasa baru ekonomi yaag ditakuti dunia. Ekonomi China meningkat dua kali lipat setiap sepuluh tahun. Sektor manufaktur berkembang sangat cepat. China berubah menjadi pabrik dunia untuk memenuhi permintaan akan produk manufaktur yang murah untuk tujuan Amerika, Eropa dan Jepang.

Pesatnya industri perkayuan di China, menjadikan sumberdaya alam negara itu tak mampu lagi memenuhi kapasitas industri perkayuannya. Di tahun 1990-an hutan-hutan di China rusak berat. China terpaksa mengalihkan pemenuhan bahan bakunya ke luar negeri termasuk Indonesia dan melarang penebangan di hutan alam mereka. Di tahun-tahun berikutnya pemerintahan China memberlakukan kebijakan penghapusan tarif impor kayu bulat. Sejak itu, impor kayu dan produk kayu China membumbung tinggi. Pada tahun 1997 , impor kayu bulat China baru mencapai satu juta meter kubik, tapi pada tahun 2002, impor mereka meningkat tajam mencapai 16 juta meter kubik. Di tahun 2005, total permintaan kayu dan produk China diperkirakan mencapai 240 juta meter kubik. China merupakan pembeli kayu liar terbesar di dunia.

Penyelidikan EIA/Telapak mengungkapkan jaringan pengiriman kayu-kayu liar dari Indonesia ke China ini melibatkan orang Indonesia, Malaysia, Singapura, Hongkong, India dan China. Para pelaku di Jakarta bertindak sebagai makelar yang menawarkan kayu merbau liar dan menjamin kelancaran pengiriman kayu liar tersebut dengan biaya sekitar $50 per meter kubik. Sejumlah perusahaan asal Malaysia bertindak sebagai penyedia alat berat yang diangkut dari Papua New Guinie dan Serawak. Sementara perusahaan Singapura bertindak sebagai makelar penting dalam perdagangan ini yang menyewakan kapal pengangkut dan tongkang untuk mengangkut muatan haram tersebut dan menghubungkan penjual merbau di Papua dengan pera pembeli, sebagian transaksi keuangan ini dilakukan di bank-bank Singapura, termasuk pembukan LC antara pembeli dan pemasok.

Para pedagangan Hongkong bertindak sebagai jembatan penting di daratan China, yang mengamankan pasokan kayu di Papua dan menghubungkan para pembeli dari daerah Shanghai dan Propinsi Guangzhou.

Menurut EIA/telapak, pengiriman kayu-kayu tersebut menggunakan dokumen perjalanan dan dokumen kayu palsu yang dilakukan oleh para penghubung/sindikat. Sindikat ini membayar sekitar 1,8 milyar rupiah dalam bentuk suap untuk memastikan kayu ilegal tersebut tidak akan dihentikan di perairan Indonesia, karena Indonesia memberlakukan larangan ekspor kayu bulat.

Sebagian besar kayu bulat merbau yang dicuri dari Papua ditujukan ke pelabuhan Zhangjiagang, dekat Shanghai, China. Pengiriman merbau Indonesia dapat melewati bea cukai China dengan menggunakan dokumen palsu dari Malaysia untuk menutupi asal kayu sebenarnya. Berdasarkan hukum di China, penggunaan dokumen pengiriman dan dokumen kayu dengan keterangan palsu adalah pelanggaran hukum.

Kayu-kayu bulat tersebut lalu dikirim ke kota terdekat di Nanxun, pusat perakitan lantai kayu di China.

Dari kota Nanxun berbagai produk kayu China meluncur ke Eropa, Amerika, dan Jepang seperti furnitur dan lantai kayu.

Di tahun 2002, ekspor produk furnitur China tercatat mencapai $5,3 milyar atau meningkat 25% tiap tahunnya selama tujuh tahun. Ekspor lantai kayu tak kalah garangnya. Dalam kurun waktu sembilan bulan sampai September 2004, China telah mengekspor 193.000 ton lantai kayu senilai $240 juta. Ini adalah sebuah peningkatan 77 % dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Sialnya, untuk keuntungan segede itu, masyarakat Papua hanya menerima $0,46 untuk setiap kayu yang dibutuhkan untuk membuat satu meter persegi lantai kayu.

Ya, merbau telah ikut menyumbang bagi pesatnya perekonomian China dan telah merubah negara itu menjadi raksasa dunia yang makin menakutkan.




1 comment:

MUHAMMAD AS said...

Cina buseeettttttttttt