Header image

Saturday, April 7, 2007

Jazz Non AC

Muzik Jazz sekarang bukan lagi monopoli kaum berdandan necis. Anak-anak muda bercelana robek pun sudah keranjingan dengan musik ini. Ga percaya? Lihatlah di Jazz Goes To Campus, disitu ribuan penonton yang relatif anak-anak muda-banyak juga yang berusia remaja- rela bersesakdesakan di areal parkir yang sumuk demi menikmati jazz.



Pelataran parkir Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia sejatinya bukan tempat yang cocok untuk sebuah pentas musik Jazz. Tapi inilah Jazz Goes To Campus yang bergulat menyingkirkan musik jazz hanya monopoli kalangan elit. Bahwa jazz bukan hanya cocok dinikmati telingga tuan-tuan berdasi atau nyonya-nyoya bergaun mewah, tapi juga anak-anak muda berpenampilan “kumuh” dengan celana jean robek di lutut, berkaos jangkis.

Maka buang jauh-jauh harapan Anda bisa menonton konser ini dengan duduk nyaman di kursi empuk dalam gedung pertunjukan yang megah dan penyejuk udara yang dingin.

Lihatlah ribuan penonton yang relatif anak-anak muda-banyak juga yang berusia remaja- rela bersesakdesakan di areal parkir yang sumuk. Penonton boleh berdiri atau duduk berjongkok.

Maka suasana konser pun jadi mirip konser rock n’ roll. Ketika Tompi, sang vokalis Bali Lounge naik panggung, jangan heran penonton perempuan tanpa sungkan menjerit, mereka juga pasti rela pingsan secara sukarela di depan sang idola.
Tompi mampu memukau ribuan penonton yang hadir. Tompi menyanyikan lagu-lagu hitnya seperti Something’s Wrong, Selalu Denganmu dan Dance With Me. Setiap vokalis yang pernah mendapat julukan supervocalist ini bernyanyi, alamak hampir semua penonton ikut bernyanyi, bersiul, dan menjentikkan jari. Dan hai ada juga yang bergoyang pinggul.

Atau ketika gitaris Bazzattack senarnya putus di tengah lagu, dia santai saja, dan penonton memakluminya. Bazzattack beranggotakan anak-anak muda. Mereka sangat jago mendaurulang musik-musik bergaya metal seperti lagunya limbizkit menjadi suguhan jazz yang lezat. Wouw.

Lalu Idang Rasyidi. Oh Idang permainan pianomu sungguh oke. Idang juga sangat mahir memainkan mulutnya mengikuti tut-tut piano yang dimainkannya. Anda tahulah bem bembem bebebembem bem… - kenapa ya setiap pemain jazz selalu bisa bergaya begitu?- Idang tampil bersama dengan His Choirs.

Nama Idang sudah tak asing bagi penikmat jazz di Indonesia. Selain Idang ada juga nama-nama seperti Syaharani, Ireng Maulana, Ireng Maulana, atau Luluk Purwanto. Semuanya tampil di Jazz Goes To Campus. Pendatang-pendatang jazz baru juga tampil dalam festival ini, permainan mereka tak kalah hebat.
Luluk Purwanto tampil dengan gaya rambut punk. Violis jazz Indoensia asal Solo ini memang selalu tampil nyentrik. Pada 1994, Luluk pernah melakukan konser dengan the Helsdingen Trio di atas bus yang akhirnya disebut The Stage Bus. Gesekan biola Luluk mampu memukau penonton pada malam hari. Di tangan luluk, biola juga bisa dipetik hingga mengeluarkan irama jazz bernuansa etnik.

Jazz pertama kali muncul dari kalangan masyarakat kulit hitam. Saat itu jenis musik ini dianggap musik kelas pinggiran. Ecek-ecek, aneh. Tapi Jazz kemudian meluas setelah diadaptasi oleh masyarakat kulit putih. Musik inipun naik kelas. Berbagai macam gaya musik jazz seperti Dixieland, Bop, Traditional Swing, Acid Jazz dan musik latin yang terpengaruh oleh musik jazz kemudian muncul.

Di Indonesia, pengemar musik ini makin beragam. Berbagai kelompok pecinta musik jazz tumbuh di banyak kota . Festival Java Jazz yang sudah beberapa kali digelar di Jakarta bahkan di sebut-sebut sebagai festival jazz terbesar se-Asia.
Dan sepertinya panita Jazz Goes To Campus juga ingin memasyarakatkan jazz di Indonesia. Buktinya Jazz Goes To Campus sudah digelar 29 kali dan menjadi festival tahunan.

Dari atas panggung Tompi berseru.
“Do you like the music?”
“Do you like the music?”
Dan dengan antusias penonton menjawab : yeahhh…

Yeah, di Jazz Goes To Campus, Anda bisa bergoyang, mementikkan jari. Di Jazz Goes To Campus Anda bahkan boleh menjerit-jerit ketemu sang idola. Do you jazz lovers?


No comments: