Ingat Tuhan
Saya diingatkan kembali tentang perlunya mengingat Tuhan. Saya diminta untuk sholat, ritual yang jadi kewajiban seorang muslim seperti saya. Tentu saja Sholat dalam arti sesungguhnya, Kali ini yang mengingatkan seorang gadis manis. Sangat manis.
Suatu sore di sebuah cafe di Jakarta, dia mengatakan yang agak pedas ditelinga saya “ Abang ga sholat ya.” Entah kenapa, pernyataan gadis itu begitu pedas di telinga saya, terasa menampar muka saya, seperti halilintar di siang bolong. Saya pun agak binggung menjawabnya, saya ga bisa berkutik. Mati kutu. Dengan gugup saya hanya jawab, “ Saya sholat kok.” Saya lemas bukan kepalang. Mau ditaruh dimana muka gue kalau saya berkata jujur bahwa hari itu saya memang tidak sholat. Apa kata dunia?
Sebenarnya ini bukan kali pertama saya diingatkan. Maksud saya, banyak orang yang sudah berkali-kali berusaha menyadarkan saya agar saya dekat dengan Tuhan, agar saya mensyukuri pemberian Tuhan. “ Nama lo aja syukur, masak ga bersyukur?” celoteh temen saya.
Seperti kakak saya dulu. Meski dia tidak mengatakan langsung saya harus sholat, kalau balik ke kampung, saya pasti diceramahi soal Tuhan. Saya bahkan diminta tidak hanya sholat, tapi zakat. Dia bilang kita seharusnya berbuat baik kepada Tuhan, ya Sholat, ya zakat, ya puasa, apa-apa yang disukai Tuhan deh. Katanya, kalau kita berbuat baik sama Tuhan, maka Tuhan akan berbuat sebaliknya.
Kakak saya mengibaratkan Tuhan adalah seorang bos, pemimpin di kantor, kalau kata-katanya dituruti, maka semua keinginan kita pasti dikasih. Mau naik gaji dikasih, mau cuti ga dipersulit, mau keluar kantor juga oke saja. “Kayak kontrak kerja,” kata kakakku itu. Jadi jika kita menyepakati kontrak kerja itu maka, kita mau apa aja dikasih, bahkan bisa dapat bonus liburan.
“Nah kalau lo menjalankan kontrak kerja lo dengan Tuhan dengan baik, maka hidup lo ga sulit kok. Lo mau minta apa saja dikasih : pekerjaan, jodoh, rejeki, segalanya “ Dia terus saja nyocot. Waktu itu saya cuma manggut-manggut. Ya iya lah, secara yang dikatain kakak saya benar semua, masak saya bantah.
Tapi ya itu, saya hanya bertahan seminggu mengikuti saran kakak. Setelah itu, lupa lagi. Saya kembali lagi pada kehidupan saya yang amburadul. Sholat secara berkala, maksud saya kala malas ya bablas, alais bolong-bolong.
Saya bukan muslim yang taat memang. Saya butuh Tuhan pada saat tertentu saja, pada saat saya punya kepentingan saja. Biasanya saat kesusahan, saya mengadu kepada-Nya. Pikir saya mau kemana lagi saya harus mengadu, jika persoalan tak bisa diselesaikan dengan cara-cara manusia, cuma Tuhan saja yang bisa saya andalkan. Dengan seperti itu saya juga ingin menguji kemurahatian Tuhan (Saya sering sakit hati sama Dia *^$#@)
“Tapi sungguh deh saya ingin jadi muslim yang taat. Saya ga mau jadi orang dholim, saya ga mau jadi manusia berwatak setan. Saya ingin sekali mensyukuri nikmat Tuhan dengan cara sembahyang, menyembah Dia sebagai bentuk rasa syukur saya.
Saya ingin sholat saya bukan karena saya punya kepentingan. Saya sholat karena ikhlas, karena saya telah diberi nikmat tiada tara, karena saya masih bisa kongko-kongko bareng temen-teman di cafe, karena saya masih bisa tidur sepulas-pulasnya saat orang-orang pada sibuk kerja. No thing tulus gitu.
Tapi justru karena sholat saya no thing tulis itu sholat saya jadi bolong-bolong. Jadi saenake wudele dewe. Ya kalau saya iklas saja.
Gadis itu menginggatkan saya yang bolong-bolong ini. “ Saya masih inget Tuhan kok.” Saya ngeles. Ah, yang bener? Oke..oke saya ngaku, “Meski seringkali lupa karena alasan-alasan tertentu.” Tuh kan.
Saya mengakui saya bukanlah muslim yang taat, patuh kepada perantah-perintahnya, suka sekali melanggar, suka sekali lihat gambar-gambar yang “begituan”. Tapi sungguh saya ingin mengakhiri, saya ingin jadi manusia berwatak manusia, bukan setan.